Indonesia Butuh Istighotsah dan Mujahadah Bukan Teriakan Bid’ah

Indonesia Butuh Istighotsah dan Mujahadah Bukan Teriakan Bid’ah


  Dewasa ini seiring perkembangan teknologi informasi, aku sering mendengar ceramah ustadz dan tokoh petinggi Islam lain melalui siaran media sosial. Youtube misalnya, banyak sekali video ceramah ustadz baik yang mengandung makna ataupun tidak (provokatif atau cenderung ke hal-hal negatif). Seakan dakwah yang paling diminati adalah dakwah melalui video youtube. Tak jarang tokoh yang aku lihat, penyampaiannya sangat provokatif dan sering mengatakan bid’ah, kafir, musyrik kepada golongan lain yang berbeda baik dalam bidang amalan, aqidah, pemahaman, pemikiran dan lain sebagainya. Hal itulah yang menurutku sangat tidak berguna dan tidak bermanfaat. Terlebih umat beragama di Indonesia merupakan umat agama yang mampu berbaur dengan kebudayaan lokal asli indonesia.

  "Ini bid’ah..! itu Syirik..! kamu Kafir..! Jahanam..!" Kata yang tidak pantas untuk diucapkan seorang muslim, kecuali memang ada bukti yang haq, bukti yang mendasari bahwa orang atau golongan tersebut memang seperti yang ia katakan. Bid’ah merupakan sebutan bagi segala sesuatu yang berhubungan dengan agama, yang mana hal atau amalan tersebut tidak ada pada zaman Rosulullah SAW. "Kullu bid’atin dzolalah (semua bid’ah adalah sesat)" namun, pada makna lughot (kebahasaan) kullu dapat berartikan semua namun hanya sebagian saja. Sehingga para Ulama Ahlusunnah Wal Jamaah membagi bid’ah menjadi dua bagian. Yakni bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) misalnya bid’ah tahlilan, ziarah kubur, mujahadah, majelis dzikir, istighotsah dan amalan-amalan lain. Kemudian yang kedua, bid’ah dzolalah (bid’ah yang salah) yakni semisal bid’ah yang dilakukan oleh golongan takfiri (salafy-wahabbi) membagi Tauhid menjadi tiga bagian (Uluhiyyah, Rubbubiyah, Asma wa sifat).

  Aku melihat, ada beberapa golongan Islam di Indonesia yang mengharamkan Istighosah, mujahadah, tahlil dan rangkaian kegiatan ruhaniyah dengan mengumpulkan banyak jamaah. Golongan tersebut selalu "nyinyir" terhadap segala amaliyah baik yang dilakukan oleh golongan Islam Ahlusunnah Wal Jamaah An-Nahdliyyah. Istighosah misalnya, do’a untuk keselamatan bangsa. Kala itu, banyak orang yang menyebut bahwasanya amalan tersebut syirik dan bid’ah. "Tidak.!! Kami semua berdo’a kepada Tuhan (Allah SWT) supaya Indonesia diberikan perlindungan dari segala bentuk malapetaka dan marabahaya, selalu dicintai Allah, selalu menjadi negara damai yang menjunjung tinggi asas kemanusiaan secara haq. Lalu, kafir, syirik dan bid’ahnya dari mana?. Tidak ada yang menyembah yang lain selain Allah disini. Lalu, bid’ah dari mana?" pikirku kala itu.

  Mari sedikit flashback sejarah.

  Tahukah kamu? Indonesia merdeka tak luput dari ritual para Ulama besar yang mana ritual tersebut salah satunya adalah mujahadah, istighotsah, dzikir dan lain-lain. Ritual ini berisikan do’a-do’a yang dipanjatkan hanya kepada Allah SWT. Allah berfirman "Berdoalah (mintalah) kepadaku, niscaya aku kabulkan untukmu”(QS. Al-Mukmin : 60). Maka, jika ada seseorang yang tidak mau berdo’a kepada Allah SWT, orang tersebut tergolong orang yang sombong terhadap Allah. "Tidak akan masuk Surga orang yang terdapat sebesar biji zarah kesombongan dalam hatinya" (Hadis Riwayat Muslim dari Abdullah bin Mas’ud RA").

  Hingga saat ini, Indonesia sangat membutuhkan ritual (amaliyah) keagamaan seperti majelis dzikir, Istighotsah, Mujahadah, dan lain sebagainya supaya memperkokoh pondasi benteng bangsa Indonesia. Sehigga, Indonesia tidak mudah diserang, diadu domba, bahkan ditaklukkan oleh bangsa lain.

  Adanya bangsa Indonesia, pedoman empat pilar bernegara dan lain sebagainya juga tidaklah luput dari amaliyah dzikir, mujahadah dan istighotsah para Ulama zaman perjuangan dengan istiqomah. Sampai Indonesia seperti yang kita rasakan saat ini, semua itu tidak lepas dari ritual amaliyah mujahadah, istighotsah, dan lain sebagainya. Sehingga, jika dikata itu merupakan hal yang bid’ah, syirik, kafir, tentu Ulama zaman dahulu akan lebih mengerti dan lebih faham. Sebab keilmuan Ulama zaman dahulu sangat tinggi. Dapat dilihat dari keistiqomahannya dan ketawadlu’annya.

  Dari dulu hingga sekarang dan sampai kapanpun juga, Indonesia sangat membutuhkan amaliyah mujahadah, istighotsah dan lainnya. Sebab, itulah yang diajarkan para Walisongo, Ulama besar zaman perjuangan, sesepuh Islam Nusantara zaman dahulu. Tanpa adanya amaliyah tersebut, entahlah aku tidak membayangkan apa yang akan terjadi kepada Indonesia. "Indonesia butuh istighotsah dan dzikir. Bukan teriakan bid’ah dan kafir !. Camkan itu !"


Vinanda Febriani. Borobudur, 25 Agustus 2017.

Pelantikan PC IPNU & IPPNU Kabupaten Magelang Masa Khidmat 2017 - 2019

Pelantikan PC IPNU & IPPNU Kabupaten Magelang Masa Khidmat 2017 - 2019

Pimpinan Cabang IPNU Kabupaten Magelang

  Kartika News - Pimpinan Cabang IPNU IPPNU Kabupaten Magelang telah mengadakan Pelantikan dan Rapat Kerja Cabang pada sabtu (26/8) dan melibatkan lebih dari 300 peserta dari berbagai daerah di Kabupaten Magelang.

  Kegiatan yang mengusung tema "Pelajar Cerdas, Cintanya Berkualitas" itu bertujuan untuk melegalkan kepengurusan PC IPNU IPPNU Kabupaten Magelang yang telah terpilih melalui Konfercab yang diadakan di Kecamatan Kajoran pada bulan Januari lalu.

  Selain itu, kegiatan tersebut dimaksudkan untuk merumuskan program kerja PC IPNU IPPNU Kabupaten Magelang masa khidmat 2017 - 2019.

  "Harapan saya, kami dapat menjalankan proker yang sudah sudah ditetapkan pada Rapat Kerja dengan istiqomah, produktif dan membuahkan hasil yang berkualitas." ujar Miftahul Mujib selaku peserta sekaligus Ketua Panitia.

  Acara tersebut dibuka dengan penampilan akustik dari Cakrawala Band, PAC IPNU Salaman, dan penampilan hadrah dari PAC IPNU Mertoyudan. Acara semakin memukau dengan tampilnya seni pencak silat dari MTs Al Huda Mertoyudan.

  Sayangnya, Bupati Kabupaten Magelang, Zainal Arifin tidak dapat hadir ke gedung PC IPNU IPPNU Kabupaten Magelang dikarenakan sesuatu yang tidak bisa Beliau tinggalkan.


Redaktur : Retno Sari


NU Siapkan Aksi Lebih Besar dari Aksi 212 Untuk Tolak Full Day School

NU Siapkan Aksi Lebih Besar dari Aksi 212 Untuk Tolak Full Day School

kompas.com
  Kartika News - Dalam upaya untuk menolak kebijakan pemerintah, yaitu program sekolah 5 hari sekolah atau Full Day School. Ketua PWNU Jawa Timur, yakni KH. Mutawakkil Alallah menyatakan bahwa pihaknya siap melakukan aksi penolakan jika aspirasinya tidak didengarkan oleh pemerintah.

  "Ulama NU siap turun ke jalan di Jakarta. Insya Alloh lebih besar dari aksi 212. Itupun jika aspirasi ini tidak ada tindak lanjut." ucap KH. Mutawakkil saat meresmikan kantor PCNU Krakasan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur pada Rabu (9/8/2017) lalu, dilansir dari kompas.com (9/8/2017).

 KH. Mutawakkil yang merupakan pengasuh di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong menyebutkan bahwa dirinya telah menginstruksikan kepada pengurus di ponpesnya untuk memasang spanduk dan baliho menolak kebijakan Full Day Scool tersebut.

 "Seluruh pengasuh ponpes, pengelola madrasah dan warga NU supaya ikut menolak kebijakan tersebut. Ini akan mematikan Madrasah Diniyah. Tolong ketentraman yang sudah kondusif jangan diganggu dengan kebijakan menteri yang memicu polemik." ujarnya.

 Untuk itu, KH. Mutawakkil meminta Presiden Joko Widodo untuk meninjau kebijakan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.